Secara sederhana pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan
sudut isltilah (terminologi). Mengartikan agama dari sudut
pandang kebahasaan akan terasa lebih mudah daripada mengartikan agama dari
sudut pandang istilah karena subjektivitas dari orang yang mengartikannya.
Pengetian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang
diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia dari kata
agama, dikenal pula kata din yang berasal dari bahasa Arab dan
kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari
kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata
itu tersusun dari dua kata, a=tidak dan gam=pergi, jadi agama artinya tidak
pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menjukkan
pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu
generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan
bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai
kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntutan.
Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntutan
bagi kehidupan manusia.
Selanjutnya din dalam bahasa Semit berarti undang-undang
atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan,
patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan
kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan
hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan. Selanjutnya agama
juga menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan
dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang
harus dibayar oleh para penganutnya. Paham kewajiban dan kepatuhan ini
selanjutnya membawa kepada timbulnya paham balasan. Orang yang menjalankan
kewajiban dan patuh kepada perintah agama akan mendapatkan balasan yang baik
dari Tuhan. Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban dan ingkar
terhadap perintah Tuhan akan mendapat balasan yang menyedihkan.
Selanjutnya kata religi berasal dari bahasa Latin. Menurut
satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi
adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca.
Pengertian itu sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara
mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus di baca.
Tetapi menurut pendapat lain, religi berasal dari kata religare yang
berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi
manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan
Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa
intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas adalah ikatan. Agama
memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan
ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu
kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera.
Adapun pengertian agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai
berikut. Elizabet K. Nottingham dalam bukunya Agama dan Masyarakatberpendapat
bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga
sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Lebih lanjut,
Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk
mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta.
Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk
membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat
membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut
dan ngeri. Sementara itu Durkheim mengatakan bahwa agama adalah pantulan dari
solidaritas sosial. Bahkan kalau dikaji, katanya, Tuhan itu sebenarnya adalah
ciptaan masyarakat.
Kemudian kaum sosiolog mendefinisikan agama dari kenyataannya yang
bersifat lahiriah dan bukan dari aspek batiniahnya. Pengertian agama yang
dibangun oleh kaum sosiolog bertolak dari das sein, yakni agama
yang dipraktikkan dalam kenyataan empirik yang terlihat, dan bukan berangkat
dari aspek das sollen, yakni agama yang seharusnya dipraktikkan dan
secara normatif teologis sudah pasti baik adanya. Agama dalam kenyataan empirik
ini bisa jadi berbeda dengan agama yang terdapat pada aspek batinnya yang
bersifat substantif. Kita mengetahui bahwa substansi dan misi agama akan
menjadi aktual ketika agama tampil dalam bentuk yang nyata, bisa dikenali
manusia, dan lebih jauh lagi adalah bahwa dengan bentuk itu substansi agama
menjadi fungsional dan operasional.
Hubungan antara substansi agama dengan bentuknya yang tampil dalam
kenyataan lebih lanjut menjadi bahan kajian kaum perenialis. Pendekatan
perennial terhadap agama, apa pun namanya, selalu menghubungkan dengan
substansinya, yaitu inti ajaran agama yang keberadaannya berada di balik bentuk
formanya. Substansi ini bersifat transenden tetapi juga sekaligus imanen. Ia
transenden, karena substansi agama sulit didefinisikan dan tidak terjangkau
kecuali melalui predikat atau bentuk formanya yang lahiriah. Namun begitu,
agama juga bersifat imanen karena sesungguhnya hubungan antara predikat dan
substansi tidak mungkin dipisahkan. Kalau saja substansi agama bisa dibuat
hierarki, maka substansi agama yang paling primordial hanyalah satu. Ia
bersifatperennial, tidak terbatas karena ia merupakan pancaran dari
yang mutlak. Ibarat air, substansinya adalah satu tetapi bisa saja kehadirannya
mengambil bentuk berupa lautan, uap, mendung, hujan, sungai, kolam, embun dan
lain sebagainya.
Kemudian Schoun mengatakan, “bahwa setiap agama memiliki satu bentuk dan
satu substansi.” Bentuk agama adalah telatif, namun di dalamnya terkandung
muatan substansi yang mutlak. Karena agama merupakan gabungan antara substansi
dan bentuk, maka agama kemudian menjadi sesuatu yang absolut tetapi sekaligus
relatif, yakni absolut substansinya dan telatif bentuknya. Dengan demikian,
definisi agama yang dikemukakan para sosiolog termasuk ke dalam definisi yang
bersifat relatif dilihat dari segi bentuknya, sedangkan absolut dilihat dari
segi substansi yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya, Harun Nasution mengatakan bahwa agama dapat diberi definisi
sebagai berikut :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib
yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup
yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia
yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib
yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku (code
of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya
kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang
timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada
manusia melalui seorang rasul.
Dari beberapa definisi tersebut, kita dapat menjumpai 4 unsur yang menjadi
karakteristik agama sebagai berikut :
Pertama, unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat
mengambil bentuk yang bermacam-macam. Dalam agama primitif, kekuatan gaib
tersebut dapat mengambil bentuk benda-benda yang memiliki kekuatan misterius
(sakti), ruh atau jiwa yang terdapat pada benda-benda yang memiliki kekuatan
misterius; dewa Tuhan atau Allah dalam istilah yang lebih khusus dalam agama
Islam.
Kedua, unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini
dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan
gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan yang baik itu, kesejahteraan dan
kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. Hubungan baik ini selanjutnya
diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingat-Nya, melaksanakan segala
perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya.
Ketiga, unsur respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon tersebut dapat
mengambil bentuk rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau
perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-gama monoteisme. Selanjutnya,
respon tersebut dapat pula mengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat
pada agama-agama monoteisme dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk
dan cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.
Keempat, unsur paham adanya kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan
gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama yang
bersangkutan, tempat-tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara,
dan sebagainya.
Dari uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama
adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi
ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur
kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional
dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan
yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.
Dari kesimpulan tersebut dapat dijumpai adanya 5 aspek yang terkandung
dalam agama, antara lain sebagai berikut:
1. Aspek asal-usulnya. Yaitu adanya yang
berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari pemikiran
manusia seperti agama ardli atau agama kebudayaan.
2. Aspek tujuannya. Yaitu untuk memberiktan
tuntunan hidup agar bahagia di dunia dan akhirat.
3. Aspek ruang lingkupnya. Yaitu keyakinan
akan adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia
ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan
kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap suci.
4. Aspek permasyarakatannya. Yaitu
disampaikan secara turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi lain.
5. Aspek sumbernya. Yaitu kitab suci.
Mari Berkomentar ConversionConversion EmoticonEmoticon