Transfer Pricing atau Transfer Harga


DEFINISI TRANSFER PRICING
Transfer Pricing didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). (Henry Simamora, 1999:272).

Tranfer Pricing
Transfer Pricing sering juga disebut dengan intracompany pricing,intercoporate pricing,interdivisional atau interval pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota (grup perusahaan).
Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product) yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual kepada divisi pembeli. Bila dicermati lebih lanjut, transfer pricing dapat menyimpang secara signifikan dari harga yang disepakati. Oleh karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan dengan suatu rekayasa harga secara sistematis yang ditujukan untuk mengurangi laba yang nantinya akan mengurangi jumlah pajak dan bea dari suatu Negara.




TUJUAN TRANSFER PRICING
Tujuan penetapan Transfer Pricing/harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan diantara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain (Henry Simamora, 1999:273)
Selain tujuan tersebut transfer pricing juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divis pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. A transfer pricing system should satisfy three objectives:accurate performance evolution,goal congruence and preservation of divisional autonomy (Joshua Ronen and George McKinney, 1970:100-101)
Sedangkan dalam lingkup perusahaan multinasional,transfer pricing digunakan untuk meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan diseluruh dunia. Transfer pricing can effect overall corporate income taxes.This is particulary true for multinational corporations (Hansen and Mowen, 1996:496)

METODE TRANSFER PRICING
Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan konglomerasi dan divisionalisasi/departementasi yaitu : 
1.      Cost-Based Transfer Pricing ( Harga Transfer Biaya)
Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas biaya menetapkan harga transfer atas biaya variable dan tetap yang bias dalam tiga pemilihan bentuk yaitu : biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah mark-up (full cost plus mark-up) dan gabungan antara biaya variable dan tetap (variable cost plus fixed fee)

2.      Market Basis Transfer Pricing ( Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar)
Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar inilah merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang independent. Namun keterbatasan informasi pasar yang terkadang menjadi kendala dalam menggunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.

3.      Negotiated Transfer Pricing (Harga Transfer Negosiasi)
Dalam ketiadaan harga,beberapa perusahaan memperkenankan divis-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasian mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggungjawab atas harga transfer yang dinegosiasikan. 
Berikut ini akan diberikan kasus singkat yang akan menggambarkan masalah transfer pricing apabila digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja divisi dalam perusahaan.
PT. ABC diasumsikan mempunyai dua divisi yaitu divisi penjual dan divisi pembeli, data-data berikut akan menggambarkan lebih lanjut mengenai aktivitas dari dua divisi :



Divisi Penjual
Divisi Pembeli
Harga jual
Rp. 2.600
Rp. 2.100
Biaya variable
           800
           400
Permintaan dari luar utk produk
        1.000 unit
        2.000 unit
Kapasitas produksi divisi penjual
            3.000 unit

Divisi penjual akan menghasilkan 3.000 unit dengan harga jual Rp. 1.200 dimana 1.000 unit untuk memenuhi kebutuhan internal perusahaan dan sisanya untuk memenuhi kebutuhan eksternal perusahaan. Selanjutnya akan dihitung jumlah marjin kontribusi untuk masing-masing divisi.

Produk dijual ke luar oleh divisi penjual
      
Pendapatan penjualan (2.000 unit@Rp.1.200/unit)
Rp.1.200.000
Biaya Variabel (2.000 unit@Rp.400/unit)
        (800.000)
Marjin kontribusi
                         Rp. 1.600.000

Produk dijual ke dalam oleh divisi penjual

Pendapatan penjualan (1.000 unit@Rp.1.200/unit)
Rp.1.200.000
Biaya Variabel (1.000 unit@Rp.400/unit)
        (400.000)
Marjin kontribusi
                         Rp. 800.000

Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa dengan harga jual Rp.1.200 yang diberikan oleh divisi penjual,total marjin kontribusi yang diperoleh oleh perusahaan sebesar Rp.3.000.000. Apabila terjadi peningkatan permintaan atas produk yang dihasilkan oleh divisi penjual, sedangkan permintaan dari divisi pembeli tetap. Andaikata harga yang ditawarkan oleh divisi penjual Rp.2.000 sama dengan harga pasar, maka bias dikatakan divis pembeli tidak akan sanggup dengan pembelian. Hal ini dapat dibuktikan dengan perhitungan sebagai berikut :

Marjin Kontribusi divisi pembeli pada harga transfer Rp. 2.000

Pendapatan penjualan (1.000 unit@Rp.2.600/unit)
Rp.2.600.000
Biaya Variabel (1.000 unit@Rp.800/unit)
        (800.000)
Harga Transfer (1.000 unit@Rp.2.000/unit)
      (2.000.000)
Marjin kontribusi
Rp.    200.000

Dalam kondisi seperti divisi penjual akan menjual seluruh produknya kepada pembeli diluar perusahaan. Tindakan ini tentunya akan memberikan hasil yang terbaik bagi perusahaan karena marjin kontribusi yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan dengan menjual ke divisi pembeli dengan harga tetap. Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa transfer pricing akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan apabila kinerja tersebut diukur dengan marjin kontribusi yang dihasilkan.

TRANSFER PRICING PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL

Ada dua tujuan transfer pricing yang ingin dicapai oleh perusahaan multinasional yaitu:

1.      PERFORMANCE EVALUATION
Salah satu alat yang dipakai oleh banyak perusahaan dalam menilai kinerjanya adalah menghitung berapa tingkat ROI-nya atau Return On Investment.Terkadang tingkat ROI untuk satu divisi dengan divisi lainya dalam satu perusahaan yang sama berbeda satu dengan yang lainya. Misalnya divisi penjual menginginkan harga transfer yang tinggi yang akan meningkatkan income, yang secara otomatis akan meningkatkan ROI-nya, tetapi disisi lain, divisi pembeli menuntut harga transfer yang rendah yang nantinya akan berakibat pada peningkatan income, yang berarti juga peningkatan dalam ROI. Hal semacam inilah yang terkadang membuat transfer pricing itu berada di posisi yang terjepit. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan seperti ini, induk perusahaan akan sangat berkepentingan dalam penentuan harga transfer.

2.      OPTIMAL DETERMINATION OF TAXES
Tarif pajak antar satu Negara dengan yang lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang berlaku dalam negara tersebut. Afrika misalnya, karena tingkat investasi rendah,tarif pajak yang ada di Negara tersebut rendah. Tetapi apabila kita berbicara tentang Amerika, tidak mungkin tariff pajak yang berlaku di Negara tersebut sama dengan di Negara Afrika. Hal ini jelas karena di negara maju seperti amerika tingkat investasi sangat tinggi, yang dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan badan usaha yang semakin meningkat. Atas dasar inilah tariff pajak ditetapkan di Negara yang bersangkutan tinggi.

Berikut ini akan diberikan sebuah contoh untuk memperjelas praktek transfer pricing yang biasannya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional.

Perusahaan induk (parent company) yang terletak di Belgia memproduksi suatu produk, dengan harga pokok Rp.100. Tarif pajak yang berlaku di Negara tersebut adalah 40%. Untuk menhindari pengenaan pajak dengan tariff yang tinggi, perusahaan induk memutuskan untuk menjual produk tersebut ke anak perusahaan yang ada di Puerto Rico dengan harga transfer yang sama dengan harga pokok yaitu Rp.100, sehingga pajak yang terutang atas transaksi penjualan antara perusahaan induk dan anak perusahaan adalah Rp.0. Hal ini disebabkan karena harga transfer yang digunakan sama dengan harga pokok produk, sehingga atas transaksi ini tidak menimbulkan laba yang akan dikenakan pajak.
Rekayasa atas harga transfer ini dibuat untuk menghindari pajak dengan tariff yang tinggi yang berlaku di tempat perusahaan induk berada. Kemudian barang yang sudah dibeli dijual oleh anak perusahaan di Puerto Rico ke anak perusahaan lain yang berada di Amerika dengan harga transfer Rp.200. Tarif pajak yang berlaku di negara Puerto Rico adalah 0%. Transaksi penjualan ini menimbulkan laba sebesar Rp.200. Atas laba yang timbul,seharusnya terutang pajak. Tetapi karena tarif pajak yang berlaku dinegara tersebut 0% maka pajak yang yang terutang atas laba yang dihasilkan adalah sebesar Rp.0. Kemudian barang yang sudah dibeli oleh anak perusahaan yang ada di Amerika dijual kembali ke perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa di Negara yang sama, dengan harga jual yang sama Rp.200. Kebijaksanaan menetapkan harga jual ini dimaksudkan untuk menghindari pajak dengan tarif yang tinggi yang berlaku dinegara yang bersangkutan.Asumsi tariff pajak yang berlaku di Amerika 35%. Selanjutnya dapat dihitung bahwa pajak terutang atas transaksi penjualan ini adalah sebesar Rp.0.
Hal ini disebabkan karena harga jual atas produk tersebut sama dengan harga pokok pembelian barang,sehingga laba yang timbul atas transaksi ini adalah Rp.0. Kesimpulan yang dapat ditarik dari transaksi-transaksi diatas, adalah betapa pentingnya mengetahui tarif pajak yang berlaku disuatu Negara,sebelum mengambil keputusan untuk melakukan transaksi penjualan dan pembelian barang. Tabel di bawah ini akan memperjelas contoh diatas.


Tabel
Praktik Transfer Pricing pada perusahaan Multinasional

Perusahaan Induk di Belgia
Anak Perusahaan di Puerto Rico
Anak Perusahaan di Amerika
Penjualan
Rp. 100
Rp. 200
Rp. 200
Harga Pokok Penjualan
Rp. 100
Rp. 100
Rp. 200
Laba
Rp.     0
Rp. 100
Rp. 200
Tarif Pajak
        42%
         0%
         0%
Pajak Terutang
Rp.     0
Rp.     0
Rp.     0

Masalah transfer Pricing ini perlu mendapatkan perhatian lebih,karena terkadang anak perusahaan yang didirikan dalam suatu Negara,hanya bersifat transit place atau tempat persinggahan semata.
Biasanya cegah tangkal yang dilakukan oleh negara-negara dengan adanya transfer pricing adalah membuat suatu kewenangan,dimana pemerintah diberikan wewenang untuk menentukan kembali dengan cara me-relokasikan kembali jumlah laba dan biaya-biaya yang timbul di perusahaan multinasional yang notabone punya beberapa divisi, sehingga laba dan biaya-biaya yang timbul sebagai hasil transaksi antar divisi tersebut yang ditengarai sebagai suatu praktek transfer pricing yang bias meminimalkan pajak terutang dapat dicegah.

TRANSFER PRICING DI INDONESIA

Sebenarnya praktek transfer pricing ini sudah banyak dilakukan oleh banyak perusahaan. Hanya saja tidak terlalu terasa efek pengurangan pajaknya apabila dilakukan antar divisi dalam satu perusahaan yang sama. Lain halnya apabila transfer pricing itu digunakan untuk menilai kinerja divisi.Pertanyaan yang timbul adalah mengapa transfer pricing tidak terlalu berarti dari sisi pajak apabila dipraktekkan pada divisi yang sama dalam suatu perusahaan.
Jawabannya adalah hal ini disebabkan karena praktek transfer pricing akan memberikan hasil maksimal dalam hal ini meminimalkan jumlah pajak yang terutang apabila timbul pengenaan tarif yang berbeda. Oleh karena itu apabila praktek tersebut dilakukan antar divisi tidak memberikan hasil yang maksimal karena tarif pajak yang berlaku sama.
Adanya hubungan istimewa merupakan faktor penyebab utama timbulnya praktek transfer pricing. Hubungan istimewa adalah hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan, pertalian atau ketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa, faktor kepemilikan atau penyertaan, adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, adanya hubungan darah atau karena perkawinan merupakan faktor penyebab utama timbulnya hubungan istimewa. Oleh karena itu faktor hubungan istimewa akan menjadi penting dalam menentukan besarnya penghasilan dan atau biaya yang akan dibebankan untuk menghitung penghasilan kena pajak.
Praktek transfer pricing ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan atau dasar pengenaan pajak dan atau biaya dari satu wajib pajak ke wajib pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak-wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.
Kekurangwajaran dari adanya transfer pricing ini dapat terjadi atas (berdasarkan surat edaran Dirjen Pajak No.SE-04/PJ.7/1993 tanggal 3 maret 1993) :
1.      Harga Penjualan
2.      Harga Pembelian
3.      Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost)
4.      Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham(shareholderloan)
5.      Pembayaran komisi,lisensi,franchise,sewa,royalty,imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya.
6.      Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah daripada pasar.
7.      Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang atau tidak mempunyai subtansi usaha (misalnya dummy company, letter box company atau reinvoicing center)
Berikut ini contoh kasus yang menyebabkan timbulnya kekurangwajaran yang timbul dari praktek transfer pricing :

1.      Kekurangwajaran Harga Penjualan
PT A memiliki 25%saham PT B. Atas penyerahan barang PT A ke PT B, PT A membebankan harga jual Rp. 160 per unit, berbeda dengan harga yang diperhitungkan atas penyerahan barang yang sama kepada PT X (tidak ada hubungan istimewa)yaitu Rp. 200 per unit.
Dalam contoh diatas, harga pasar sebanding (comparable uncontrolled price) atas barang yang sama adalah yang dijual kepada PT X yang tidak ada hubungan istimewa. Dengan demikian harga yang wajar (arm’s length price) adalah Rp. 200 per unit. Harga inilah yang dipakai sebagai dasar perhitungan penghasilan dan atau penggenaan pajak.

2.      Kekurangwajaran  Harga Pembelian
H Ltd Hongkong memiliki 25% saham PT B. PT B mengimpor barang produksi H Ltd denga harga Rp. 3.000 per unit. Produk tersebut dijual kembali kepada PT Y (tidak ada hub.istimewa) denga harga Rp. 3.500 per unit. Pada contoh tersebut diatas pertama-tama dicari harga pasar sebanding untuk barang yang sama, sejenis atau serupa atas pembelian atau impor dari pihak yang ada hub. Istimewa atau antar pihak-pihak yang tidak ada hub.istimewa, apabila ditemui kesulitan, maka penddekatan harga jual minus dapat diterapkan yaitu dengan mengurangkan harga kotor (mark-up) yang wajar ditambah biaya lainya yang dikeluarkan wajib pajak dari harga jual barang kepada pihak yang tidak punya hubungan istimewa. Apabila laba wajar yang diperoleh adalah Rp. 750 maka, harga wajar secara fiscal atas pembelian barang dari H Ltd adalah Rp. 2.750 (Rp. 3.500-750). Harga ini merupakan dasar perhitungan pokok PT B dan selisih Rp. 250 antara pembayaran utang ke H Ltd dengan harga pokok seharusnya diperhitungkan sebagai pembayaran deviden terselubung.

3.      Kekurangwajaran  Alokasi biaya administrasi dan umum(overhead cost)
Kantor pusat perusahaan (head office) di luar negeri dari BUT di Indonesia sering mengalokasikan biaya administrasi dan umum(overhead cost) kepada BUT tersebut. Biaya yang di alokasikan tersebut antara lain :
a.       Biaya training karyawan BUT di Indonesia yang diselenggarakan kantor pusat di luar negeri
b.      Biaya perjalanan dinas direksi kantor pusat tersebut di masing-masing BUT
c.       Biaya administrasi atau manajemen lainya dari kantor pusat yang merupakan biaya penyelenggaraan perusahaan
d.      Biaya riset dan pengembangan yang dikeluarkan kantor pusat
Alokasi biaya-biaya tersebut diatas diperbolehkan sepanjang sebanding dengan manfaat yang diperoleh masing-masing BUT dan bukan merupakan duplikasi biaya

4. Kekurangwajaran Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholderloan)
H Ltd di Hongkong memiliki 80% saham PT C dengan modal yang belum di setor sebesar Rp. 200 juta. H Ltd juga memberikan pinjaman sebesar Rp.500 juta dengan bunga 25% atau Rp. 125 juta pertahun. Tingkat bunga yang berlaku adalah 20%. Sehubungan dengan transaksi diatas,diharuskan untuk menentukan kembali jumlah utang PT C. Pinjaman sebesar Rp. 200 juta dianggap sebagai penyetoran modal terselubung,sehingga besarnya hutang PT C yang dapat diakui adalah sebesar Rp.300 juta (Rp.500 juta-Rp. 200 juta). Biaya bunga yang boleh dibebankan atas transaksi pinjam-meminjam diatas adalah sebesar Rp.60 juta ( 20%x Rp.300 juta) yang berarti timbul koreksi.

5.     Kekurangwajaran Pembayaran komisi,lisensi,franchise,sewa,royalty,imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya.
PT A perusahaan komputer memberikan lisensi kepada PT X (tidak ada hub.istimewa) sebagai distributor tunggal di Negara X untuk memasarkan program komputernya dengan royalti 20% dari penjualan bersih. Selain itu PT B di Negara B (ada hub.istimewa) sebagai distributor tunggal dan membayar royalty 15% dari penjualan bersih. Atas transaksi diatas maka royalty PT B juga harus 20%. Hal ini disebabkan karena program computer yang dipasarkan PT B sama dengan yang dipasarkan PT X.

6.      Kekurangwajaran  Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah daripada pasar.
A adalah pemegang 50% saham PT B. harta perusahaan PT B berupa kendaraan dibeli A dengan harga Rp.10 juta. Nilai buku kendaraan tersebut adalah Rp.10 juta.Harga pasaran kendaraan sejenis dalam keadaan yang sama Rp 30 juta. Dari transaksi di atas dapat dilihat bahwa harga pasar sebanding untuk kendaraan tersebut adalah 30 juta, maka penghasilan kena pajak PT B dikoreksi positif Rp. 20 juta (Rp.30 juta-Rp.10 juta). Sedangkan bagi A selisih harga Rp. 20 juta merupakan penghasilan berupa deviden yang oleh PT B harus dipotong PPh pasal 23.

7.      Kekurangwajaran  Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang atau tidak mempunyai subtansi usaha(misalnya dummy company, letter box company atau reinvoicing center)
PT I di Indonesia yang mempunyai hub.istimewa dengan H Ltd di Hongkong.dua-duannya adalah anak perusahaan K di Korea.Dalam usahannya PT I mengekspor barang yang langsung dikirim ke X di Amerika serikat atas peermintaan H Ltd di Hongkong.Harga pokok barang tersebut adalah Rp 100 dan PT I di Indonesia selalu menagih dengan harga Rp 110. Sedang H Ltd Hongkong menagih X di Amerika Serikat. Informasi yang diperoleh dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa X membeli barang dengan harga Rp 175. Keterangan lebih lanjut menunjukkan bahwa H Ltd hongkong hanya berupa Letter Box Company (reinvoicing centre) tanpa substansi bisnis. Oleh karena tarif pajak di Hongkong lebih rendah dari di Indonesia,maka terdapat petunjuk adanya usaha wajib pajak untuk mengalihkan laba kena pajak dari Indonesia ke hongkong agar diperoleh penghematan pajak. Dengan memperhatikan fungsi (substansi bisnis) dari H Ltd Hongkong, maka perantara transaksi demikian (untuk penghitungan pajak) dianggap tidak ada, sehingga harga jual PT di Indonesia dikoreksi sebesar Rp 65 (Rp 175-Rp 110)

Dalam surat keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor : KEP-01/PJ.7/1993 tentang pedoman pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa juga dimaksudkan untuk menanggulangi menurunnya jumlah pajak yang disetor yang dilakukan lewat praktek transfer pricing.Dalam keputusan ini diatur mengenai tahap-tahap pemeriksaan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berwewenang berkaitan dengan praktek transfer pricing yaitu :
1.      Mempelajari berkas wajib pajak dan berkas data.
Tahap ini dilakukan dengan mempelajari akte notaris dan perubahannya. Harus diteliti apakah dari struktur kepemilikan saham wajib pajak yang diperiksa terdapat hubungan istimewa. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui gambaran umum wajib pajak yang antara lain adalah:
-          Mengenai usaha dan karakteristik perusahaan
-          Mengenai struktur kepemilikan saham, apakah ada hubungan istimewa antara pemegang saham dan wajib pajak yang diperiksa.
-          Mempelajari struktur organisasi perusahaan terkait
-          Mempelajari sifat dan jenis kegiatan usaha wajib pajak, digambarkan aktifitas usaha wajib pajak sejak adannya order hingga penyelesaian order baik mengenai pembelian maupun penjualan
-          Mempelajari kemungkinan over atau under invoicing. Pembelian/impor maupun penjualan/ekspor yang dilakukan oleh wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pemasok maupun pelanggan yang terutama berkedudukan di Tax Heaven Countries, harus dipelajari kemungkinan adanya over dan under invoicing
-          Mempelajari laporan pemeriksaan terdahulu,sehingga dapat dijadikan petunjuk di dalam pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
2.      Menganalisa SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak
Tujuan dilaksanakan analisa ini adalah mendeteksi ketidakwajaran harga penjualan atau pembelian diantara pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut


Previous
Next Post »

Mari Berkomentar ConversionConversion EmoticonEmoticon

Thanks for your comment
loading...