PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Perusahaan
asuransi merupakan lembaga keuangan non bank yang mempunyai peranan yang tidak
jauh berbeda dari bank yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang di berikan
kepada masyarakat dalam mengatasi resiko yang akan terjadi dimasa yang akan
datang. Asuransi di indonesia akhir – akhir ini mengalami perkembangan yang
cukup pesat setelah pemerintah mengeluarkan deregulasi pada tahun 1980- an.
Maka dengan keluarnya Undang – undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian diharapakan semakin berkembangnya asuransi di Indonesia, maka akan semakin berkembang pula pertumbuhan ekonomi di indonesia dari tahun ke tahun akan semakin meningkat, Pada globalisasi seperti ini kebutuhan masyarakat akan asuransi semakin meningkat. Oleh karena itu pertumbuhan atau perkembangan asuransi di Indonesia semakin meningkat dan akan terus meningkat.
Selain
asuransi yang berperan juga dalam suatu perusahaan, Perusahaan juga membutuhkan
suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana usaha, lembaga ini dinamakan Sewa
guna usaha (leasing). Karena untuk menjalankan suatu usaha pasti kita
memerlukan modal yang tidak sedikit, Apalagi kita juga membutuhkan barang –
barang modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut agar perusahaan tersebut
dapat berjalan dengan lancar.
Dengan
melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa
beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap
bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Dan
selain adanya asuransi dan sewa guna usaha (leasing) biasanya suatu perusahaan
juga memberikan jaminan kesejahteraan kepada karyawan yang dinamakan dana
pensiun. Jaminan tersebut dimungkinkan dapat menyelesaikan masalah – masalah
karyawan yang timbul seiring risiko di dalam dunia pekerjaan. Risiko – risiko
tersebut antara lain risiko kehilangan pekerjaan, usia yang kurang produktif
dan kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan fisik atau bahkan meninggal dunia.
Risiko tersebut akan memberikan dampak financial bagi kehidupan karyawan dan keluarnya
sehingga kesejahteraannya akan terganggu dan akan mengganggu kelangsungan
hidupnya. Untuk mengatasi permasalahan itu maka di ciptakan sebuah usaha
pencegahan seperti penyelenggaraan program pensiun yang di kelola sendiri oleh
perusahaan swasta maupun pemerintah sebagai pemberi kerja.
Untuk
negara – negara maju sekarang ini penyelenggaraan program pensiun sebagai salah
satu bentuk perhatian antara karyawan dengan pemerintahan maupun pihak
perusahaan dan telah dilakukan sejak tahun 1800-an. Program dana pensiun di
Indonesia di gunakan untuk memajukan motivasi dan ketenangan kerja dalam rangka
peningkatan produktivitas serta untuk memberikan daya guna dan hasil yang
optimal dalam penyelenggaraan progran pensiun sesuai dengan fungsinya.
Pemerintah telah mengeluarkan undang – undang No. 11 Tahun 1992 Tentang Dana
Pensiun dan UU No. 7 Tahun 1983 Tentang pajak penghasilan Pasal 4 ayat 3 huruf
H dan keputusan Menteri Keuangan No. 250/KMK/011/1985 Tanggal 6 Maret 1985
telah memberikan perlakuan khusus (amanah) kepada dana pensiun. Penghasilan
dana pensiun yang diperoleh dari kegiatan pada bidang – bidang tertentu tidak
di golongkan sebagai objek pajak.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis
dapatkan Permasalahan tersebut antara lain :
·
Apa pengertian dari
Asuransi ?
·
Apa saja fungsi dan
tujuan Asuransi ?
·
Apa saja prinsip
Asuransi ?
·
Apa pengertian dari
sewa guna usaha ( leasing ) ?
·
Apa sajakah pihak –
pihak yang terlibat dalam kegiatan leasing ?
·
Bagaimanakah proses dan
mekanisme transaksi leasing ?
·
Apa pengertian Dana
Pensiun ?
·
Apa saja manfaat dan
tujuan Dana Pensiun ?
·
Apa saja Asas – asas
dalam dana pensiun ?
1.3
Tujuan
Makalah
·
Tujuan makalah ini
dibuat bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Asuransi, Sewa guna
usaha dan Dana pensiun.
·
Untuk mengetahui
prinsip – prinsip asuransi, dan
peraturan asuransi di indonesia.
·
Untuk mengetahui siapa
saja pihak – pihak yang terlibat dalam sewa guna usaha ( leasing ).
·
dan Untuk mengetahui
apa manfaat serta tujuan dana pensiun.
1.4
METODE
PENULISAN
Dari
banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode kepustakaan.
Pada zaman modern seperti ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke
perpustakaan tetapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet
(warnet). Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif,
efisien serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data-data tentang topik
ataupun materi yang penulis gunakan untuk makalah ini.
1.5
RUANG
LINGKUP
Mengingat
keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki maka ruang lingkup makalah
ini terbatas pada pembahasan mengenai pemahaman tentang Asuransi pada
perusahaan, Sewa guna Usaha ( Leasing ) dan Dana pensiun yang ada pada suatu
perusahaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Asuransi
1.1
Pengertian Asuransi
Asuransi adalah suatu
mekanisme pemindahan resiko kepada pihak lain yang menjamin kompensasi
finansial secara penuh untuk kerugian atau kerusakan yang di sebabkan oleh
peristiwa di luar kendali pihak tertanggung dalam hal ini adalah nasabah produk
asuransi dan dalam kontrak asuransi pihak perusahaan asuransi memberikan ganti
rugi kepada pihak lain (tertanggung) terhadap kerugian dalam jumlah tertentu
yang terjadi dari kemungkinan kerugian yang ditentukan dalam jangka waktu
tertentu asalkan biaya yang di sebut premi dibayar.
Menurut Ketentuan Pasal
246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan
Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha
Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi
tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus
dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Perusahaan asuransi
mempunyai perbedaan karaketeristik dengan perusahaan nonasuransi seperti
kegiatan Underwriting – akutaria, klaim, dan reasuransi – retrosesi. Penjaminan (underwriting) adalah Proses
penaksiran atau penilaian dan penggolongan derajat risiko yang terkait pada
calon tertanggung, serta pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak risiko
tersebut.
Aktuaria (actuarial)
adalah Fungsi pada suatu perusahaan asuransi yang menerapkan prinsip-prinsip
matematika pada asuransi, termasuk mengkalkulasi atau memperhitungkan daftar
harga premi serta memastikan kesehatan perusahaan dari segi keuangan. Klaim
adalah beban yang menjadi kewajiban perusahaan asuransi terhadap pemegang polis
sehubungan dengan perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi dengan
konsumen (pemegang polis) akibat terjadi peristiwa yang di asuransikan atau
yang jatuh tempo. Reasuransi adalah pihak yang menerima pertanggungan ulang
dari suatu penutupan asuransi. Retrosesi adalah Pelimpahan risiko dari
perusahaan reasuransi kepada perusahaan reasuransi lain.
1.2 Fungsi
dan Tujuan Asuransi
Disamping sebagai
bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi juga memiliki berbagai
manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai berikut:
Fungsi Utama (Primer) asuransi yaitu :
a.
Pengalihan
Resiko
Sebagai sarana atau
mekanisme pengalihan kemungkinan resiko atau kerugian (chance of loss) dari
tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada satu atau beberapa
penanggung (a risk transfer mechanism). Sehingga
ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian
sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi
asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian menjadi ganti rugi atau
santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
b.
Penghimpun
Dana
Sebagai penghimpun dana
dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang
mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya ber-
asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian
rupa sehingga dana tersebut berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk
membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
c.
Premi
Seimbang
Untuk mengatur
sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing
tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang
dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi
yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarif premi (rate
of premium) dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.
Adapun tujuan asuransi adalah sebagai
berikut :
·
Memberikan jaminan
perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
·
Meningkatkan efisiensi,
karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang
memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
·
Pemerataan biaya, yaitu
cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlah tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri
kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti
·
Dasar bagi pihak bank
untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan
yang diberikan oleh peminjam uang.
·
Sebagai tabungan,
karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah
yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
1.3 Prinsip
Dasar Asuransi
Dalam dunia asuransi
ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi yaitu insurable interest, utmost
good faith, proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution.
-
Insurable
interest
Adalah hak untuk
mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung
dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum. Jadi, anda dikatakan
memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita
kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau
kerusakan atas obyek tersebut.
Kepentingan keuangan
ini memungkinkan Anda mengasuransikan harta benda atau kepentingan anda.
Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda
tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak
menerima ganti rugi.
-
Utmost
Good Faith
Adalah suatu tindakan
untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material
mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si
penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang
luasnya syarat dan kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus
memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang
dipertanggungkan.
Intinya Anda
berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan dengan teliti mengenai segala
fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip
inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala
persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
-
Proximate
Cause
Adalah suatu penyebab
aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat
tanpa adanya intervensi suatu yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang
baru dan independen. Jadi apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah
atau kecelakaan, maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien
yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada
akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang
digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah:
"Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai
peristiwa yang tidak terputus.
-
Indemnity
Adalah suatu mekanisme
dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan
tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya
kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
-
Subrogation
Adalah pengalihan hak
tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. Prinsip
subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang
berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya
kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung
dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian
pada tertanggung".
-
Contribution
Adalah hak penanggung
untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus
sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. Anda
dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan
asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara
otomatis berlaku prinsip kontribusi.
1.4 Polis Asuransi
Menurut ketentuan pasal
225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta
yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan
janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak
(penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian
polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian
antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum.
Menurut ketentuan pasal
256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat
syarat-syarat khusus berikut ini:
·
Hari dan tanggal
pembuatan perjanjian asuransi
·
Nama tertanggung, untuk
diri sendiri atau pihak ketiga
·
Uraian yang jelas
mengenai benda yang diasuransikan
·
Jumlah yang
diasuransikan (nilai pertanggungan)
·
Bahaya-bahaya/ evenemen
yang ditanggung oleh penanggung
·
Saat bahaya mulai
berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung
·
Premi asuransi
·
Umumnya semua keadaan
yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang
diadakan antara para pihak.
1.5 Jenis –
Jenis Asuransi
Asuransi
Syariah
Definisi asuransi
syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi
dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset
dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko/
bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah
sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta mendonasikan/
menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/
anggota/ peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan
operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/ kontribusi yang
diterima/ dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah
disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling
membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.
Asuransi syariah
memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu
mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Asuransi syariah memiliki
karakteristik tertentu. Karakteristik itu pada gilirannya bisa membedakan
dirinya dengan asuransi konvensional.
Di antara karakteristik tersebut adalah
sebagai berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah
akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga
dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Secara structural,
landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada
peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional). Baru
ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat
Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Asuransi
konvensional
Menurut Ketentuan
Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha
Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
1.6
Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Secara garis besar,
misi utama asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial. Sedangkan
dalam asuransi syariah misi yang di gunakan adalah misi aqi’dah, misi ibadah,
misi ekonomi dan misi pemberdayaan umat.
Dalam asuransi syariah
terdapat Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan
operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik yang bertentangan
dengan prinsip syariah. Dan dalam asuransi konvensional tidak ada dewan
pengawas sehingga dalam praktiknya tidak diawasi dan kemungkinan pelaksanaannya
tidak sesuai dengan kaidah syariah.
Akad yang ada dalam
asuransi konvensional didasarkan pada jual-beli sedangkan akad dalam asuransi
syariah didasarkan pada tolong-menolong.
Invenstasi dana dalam
asuransi konvensional bebas tetapi masih dalam batas-batas perundang-undangan
dan tidak dibatasi oleh halal-haramnya objek atau sistem yang digunakan. Beda
halnya dengan investasi dana asuransi syariah. Investasi dilakukan dengan batas
perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bebas
dari riba dan tempat investasi yang terlarang. Selain itu, dana yang terkumpul
dari premi peserta asuransi konvensional seluruhnya menjadi milik perusahaan
dan perusahaan bebas menginvestasikan dana tersebut kemana saja. Sedangkan dana
yang terkumpul dari peserta asuransi syariah dalam bentuk iuran atau kontribusi
sepenuhnya milik peserta. Perusahaan hanya berperan sebagai pemegang amanah
dalam mengelola dana tersebut.
Tidak ada pemisahan
dana dalam asuransi konvensional. Pada beberapa produk tertentu dapat
mengakibatkan dana hangus. Dalam asuransi syariah ada pemisahan dana yaitu dana
ta’barru, derma dan dana peserta sehingga tidak mengenal dana hangus.
Adanya transfer of risk
dalam asuransi konvensional atau terjadinya transfer resiko dari nasabah kepada
menanggung (perusahaan). Lain halnya dalam asuransi syariah yang mengenal
adanya sharing of risk yang berarti terjadinya proses saling menanggung antara
satu peserta dengan peserta lain.
Sumber dana klaim dalam
asuransi konvensional dari rekening perusahaan, Perusahaan akan menanggung
resiko dari peserta asuransi. Ini terjadi karena segala resiko sudah ditransfer
dari nasabah ke perusahaan. Sumber dana klaim dalam asuransi syariah dari
rekening ta’barru, yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta
mengalami musibah, maka peserta lain akan ikut menanggung resiko.
Dalam asuransi
konvensional. Seluruh keuntungan yang didapat adalah milik perusahaan. Sedangan
dalam asuransi syariah keuntungan tidak sepenuhnya milik perusahaan tetapi
dibagi antara peserta dan perusahaan. Sesuai dengan prinsip bagi hasil.
2. SEWA GUNA
2.1. Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)
Leasing adalah suatu
kegiatan pembiayaan kepada perusahan (badan hukum) atau perorangan dalam bentuk
pembiayaan barang modal. Pembayaran kembali oleh peminjam dilakukan oleh
peminjam dilakukan secara berkala, dan dalam jangka waktu menengah atau
panjang. Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut lessor, sedangkan
perusahaan yang mengajukan leasing disebut dengan lessee.
Selanjutnya dengan
kebijaksanaan deregulasi 20 desember 1988, ketentuan bisnis leasing yang
diterbitkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi. Bisnis leasing kemudian
diberi nama sewa guna usaha sesuai dengan keputusan mentri keuangan nomor
1169/KMK 01/1991 tanggal 21 november 1991 yang memberikan definisi “sewa guna
usaha adalah kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-
barang modal, baik secara sewa guna usaha hak opsi (finance lease) maupun sewa
guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lease selama
jangka tertentu berdasarkan pembayaran berkala.”
2.2. Pihak-Pihak Yang Terlibat dalam Kegiatan
Leasing
Adapun pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut:
1.
Lessor.
Merupakan perusahaan
leasing yang membiayai keinginan nasabahnya untuk memperoleh barang-barang
modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya
yang telah dikeluarkan untuk membiayai barang modal dengan mendapatkan
keuntungan.
2.
Lessee.
Adalah nasabah yang
mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang
diinginkan.
3.
Supplier.
Yaitu pedagang yang
menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessor dengan
lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor. Dalam
mekanisme financial lease, suplier langsung menyerahkan barang kepada lease
tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan.
4.
Bank dan kreditur
Dalam suatu perjanjian
atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditur lain tidak terlibat secara
langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal
penkmi9yediaan dana kepada lessor.
2.3.
Penggolongan perusahaan leasing
Jenis-jenis perusahaan
leasing dalam menjalankan kegiatannya dibagi kedalam tiga 3 (tiga) kelompok
yaitu:
1. independent leasing.
Merupakan perusahaan
leasing yang berdiri sendiri dapat atau sekaligus sebagai supplier atau membeli
barang-barang modal dari supplier lain untuk disewakan.
2. Captive lessor.
Dalam perusahaan
leasing jenis ini, produsen atau
supplier mendirikan perusahaan leasing dan yang mereka sewakan adalah
barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk dapat meningkatkan
penjualan, sehingga mengurangi penumpukan barang digudang atau toko.
3. Lease broker.
Perusahaan jenis ini
kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan-keinginan lessee untuk memperoleh
barang modal kepada pihak lessor untuk disewakan.
2.4. Proses
dan Mekanisme Transaksi Leasing
Dalam melakukan
perjanjian leasing terdapat proses dan mekanisme yang harus dijalankan sebagai
beikut:
1. Lessee bebas memilih dan menentukan
pealatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan.
2. Setelah lessee mengisi formulir
permohonan lease, maka dikirimkan kepada lesor disertai dokumen lengkap.
3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit
dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lessor dengan syarat dan kondisi yang
disetujui lessee lalu ditanda tangani.
4. Pada saat yang sama lease dapat menandatangani
kontrak asuransi seperti yang tercantum
dalam kontrak lease.
5. Kontrak
pemberian pealatan akan ditanda tangani lessor dengan suplaier peralatan
tersebut.
6. Suplaier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi
peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian tersebut.
7. Lessee
menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8. Supplier menyerahkan tanda terima (
yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada
lessor.
9. Lessor
membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
10. Lesse membayar sewa lease secara periodik
sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.
2.5. Jenis
dan teknik pembiayaan leasing
Ada dua macam
pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan leasing, yaitu:
Operating
leasing
Adalah usaha leasing,
dimana pihak lessee hanya membayar sewa pembiayaan (rental) sesuai perjanjian,
tanpa diikuti dengan pemilikan barang modal tersebut oleh lessee pada akhir
masa perjanjian.
Dalam praktiknya lessor
biasanya membeli barang modal dari supplier atau pihak lain terlebih dahulu,
kemudian pihak lesse akan membayar rental sejumlah tertentu, tanpa
memperhitungkan terlalu rinci biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.
Financial
lease
Adalah usaha leasing,
dimana selain membayar sewa yang ditetapkan, pada akhirnya masa kontrak
pembiayaan lessee akan membeli barang-barang modal tersebut berdasarkan sisa
yang disepakati bersama.
Teknik pembiayaan
leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis besar
dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu finance lease dan operating lease.
Finance
Lease Adalah suatu bentuk pembiayaan dengan
cara kontrak antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
·
Lessor sebagai pemilik
barang atau objek leasing yang dapat berupa barang bergerak ataupun benda tidak
bergerak memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang
tersebut.
·
Lessee berkewajiban
membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka waktu
yang disetujui. Jumlah tersebut merupakan angsuran atau lease payment yang
terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang
dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan.
·
Lessor dalam jangka
waktu pengembalian yang disetujui tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa
kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya
pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang di-lease
ditanggung oleh lesse.
·
Lesse pada akhir
periode kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sesuai dengan
nilai sisa yang disepakati untuk menggembalikan pada lessor atau memperpanjang
masa lesse sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.
Ciri-ciri finance lease antara lain :
·
Objek leasing tetap
milik lessor sampai dilakukannya hak opsi.
·
Barang modal bisa dalam
bentuk barang bergerak atau tidak bergerak.
·
Masa sewa barang modal
sama dengan umur ekonomisnya.
·
Jumlah lease payment =
jumlah biaya perolehan + biaya-biaya lainnya + spread.
·
Lessor tidak dapat
secara sepihak mengakhiri masa kontrak (non-cancellablea), atau akan dikenakan denda.
·
Risiko ekonomis
misalnya biaya pemeliharaan ditanggung lesse.
·
Transaksi keuangan.
·
Full pay out.
·
Disertai hak opsi beli
sesuai dengan residual value.
·
Lessor tidak boleh
menyusutkan barang modal.
Operating
Lease.
Adalah suatu perjanjian
kontrak antara lessor dan lesse dengan ketentuan sebagai berikut:
·
Lessor sebagai pemilik
objek leasing kemudian menyerahkan kepada pihak lessee untuk digunakan dengan
jangka waktu relatif lebih pendek dari pada umur ekonomis barang modal
tersebut.
·
Lessor atau pengguna
barang modal tersebut membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor yang
jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut
beserta bunganya.
·
Lessor menanggung
segala risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut.
·
Lessee pada akhir
kontrak harus mengembalikan objek lease pada lessor.
·
Lease biasanya dapat
membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu.
2.6
Keunggulan pembiayaan leasing
Keunggulan dari
pembiayaan leasing adalah sebagai berikut:
·
Fleksibilitas penanaman
karena memungkinkan pendayagunaan infesasi dana secara optimum.
·
Menghemat modal.
Penggunaan sistem
leasing memungkinkan lessee menghemat modal kerja. Untuk memulai usaha, lesse
tidak perlu menyediakan dana dalam jangka besar untuk menyiapkan barang-barang
modal.
Pemanfaatan sistem
leasing memungkinkan pihak lessee menghemat modal kerja, karena untuk memulai
produksinya, lessee tidak harus menyediakan barang dalam jumlah besar untuk
membeli mesin-mesin, dan sebagainya.
·
Resiko keusangan.
Dalam keadaan yang
serba tidak menentu, operating leasee terhadap risiko keusangan sehingga lesse
tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
Dalam keadaan yang
serba tidak menentu, operating leasee yang berjangka waktu relatif singkat
dapat mengatasi kekhawatiran lesse terhadap resiko keuangan sehingga lesee
tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
·
Menciptakan keuntungkan
dari pengaruh inflasi.
Pembayaran sewa
bersifat tetap dan dalam jangka menengah atau panjang. Oleh karena itu, nilai
riil sewa akan turun jika terjadi inflasi dalam perekonomian.
·
Menguntungkan arus kas.
Keluwesan pengaturan
pembayaran sewa sangatlah penting dalam perencanaan arus dana karena pengaturan
ini akan mempunyai dampak yang berarti bagi pendapatan lessee.
·
Kemudahan penyusunan
anggaran.
Adanya pembayaran sewa secara berkala
yang jumlahnya relatif tetap akan memudahkan dalam penyusunan anggaran tahunan
lessee dapat memilih cara pembayaran sewa secara bulanan atau kesepakatan
lainnya disamping adanya kebebasan dalam penentuan dasar suku bunga tetap atau
mengambang.
2.7 Contoh perusahaan leasing
Perusahaan leasing yang
berdiri sendiri atau independent dari supplier/ produsen. Perusahaan dapat
memperoleh barang dari berbagai supplier/produsen.
Contoh : Adira, WOM, SOF (Summit Oto
Finance), FIF (Federal International Finance- Honda) CAPTIVE LESSOR Perusahaan
leasing yang didirikan sendiri oleh produsen untuk membiayai penjualan
produk-produknya.
Perusahaan leasing yang
mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan barang dengan
cara leasing. Perusahaan ini juga dapat memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan
dalam leasing seperti pendanaan dan barang, tetap dalam fungsinya sebagai
penghubung, seperti : Era, Mentari, Ray White, Columbia, Columbus.
3. DANA PENSIUN
3.1 Pengertian
Dana Pensiun
Dana Pensiun merupakan
dana yang sengaja dihimpun secara khusus dengan tujuan untuk memberikan manfaat
kepada karyawan pada saat mencapai usia pensiun, meninggal dunia atau cacat.
Dana yang terhimpun ini dikelola dalam suatu lembaga yang disebut trust sedangkan
pengelolanya disebut trustee atau dapat juga dilakukan oleh perusahaan asuransi
atau badan lain yang dibentuk secara khusus untuk mengelola dana tersebut.
Berdasarkan UU No 11
tahun 1992, di Indonesia mengenal 3 jenis dana pensiun yaitu:
- Dana pensiun pemberi kerja, adalah dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.
- Dana pensiun lembaga keuangan, adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa.
- Dana pensiun berdasarkan keuntungan, adalah dana pensiun pemberi kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.
Tujuan
Dana pensiun
==>
Bagi pemberi kerja
1. Memberikan
penghargaan kepada para karyawan yang telah lama mengabdi kepada perusahaanya.
2. Agar
di masa pensiun tersebut, karyawannya mendapatkan jaminan.
3. Memberikan
rasa aman pada karyawan.
4. Meningkatkan
kinerja dan motivasi karyawan.
5. Meningkatkan
citra perusahaan di mata masyarakat.
==> Bagi karyawan,
1. Kepastian
memperoleh penghasilan masa yang akan datang sesudah masa pensiun.
2. Memberikan
rasa aman dan meningkatkan motivasi untuk bekerja.
==> Lembaga Pengelola
1. Mengelola
dana pensiun untuk mendapatkan keuntungan, karena iuran dana pensiun dapat
dimasukkan dalam kegiatan investasi.
2. Turut
membantu, menyelenggarakan program pemerintah.
3.2 Usia pensiun dapat dibedakan sbb. :
Usia dan manfaat dana pensiun
yaitu sebagai berikut :
a. Pensiun Normal (Normal Retirement)
Usia paling rendah dimana karyawan
berhak untuk pensiun tanpa perlu persetujuan dari pemberi kerja dengan
memperoleh manfaat pensiun penuh.
b. Pensiun Dipercepat (Early Retirement)
Program pensiun biasanya mengizinkan
karyawan untuk pensiun lebih awal sebelum mencapai usia pensiun normalnya.
c. Pensiun Ditunda (Deferred Retirement)
Beberapa pemberi kerja yang memiliki
program pensiun memperkenankan pensiun ditunda, dan biasanya dengan ketentuan
bahwa pembayaran pensiun dimulai saat tanggal pensiun normal meskipun yang
bersangkutan tetap meneruskan bekerja dan memperoleh gaji dari perusahaan yang
bersangkutan.
d. Pensiun Cacat (Disable Retirement)
Pensiun cacat ini sebenarnya tidak
berkaitan dengan usia peserta, akan tetapi karyawan yang mengalami cacat dan
dianggap tidak lagi cakap atau tidak
mampu melaksanakan pekerjaan dan berhak mendapatkan manfaat pensiun, manfaat
pensiun dihitung berdasarkan manfaat pensiun normal dan penghasilan dasar
pensiun ditentukan pada saat peserta bersangkutan dinyatakan cacat.
3.3 Asas-asas
Dana Pensiun
Dalam pengelolaan dana pensiun,
pemerintah menganut asas-asas berikut ini.
1.
Penyelenggaraan
yang dilakukan dengan sistem pendanaan
Dengan asas ini,
penyelenggaraan program pensiun, baik bagi karyawan, maupun bagi pekerja
mandiri, harus dilakukan dengan pemupukan dana yang dikelola secara terpisah
dari kekayaan pendiri sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran hak peserta.
Pemupukan dana tersebut bersumber dari iuran dan hasil pengembangannya. Oleh
karena itu, pembentukan cadangan pensiun dalam perusahaan untuk membiayai
pembayaran manfaat pensiun tidak diperkenankan.
2.
Pemisahan
kekayaan dana pensiun dari kekayaan pendiri
Kekayaan dana pensiun
harus dipisahkan dari kekayaan pendiri. Dengan demikian, tidak diperkenankan
adanya pembentukan “cadangan pensiun” dalam pembukuan pendiri atau
perusahaan.
3.
Kesempatan
untuk mendirikan dana pensiun
Setiap pemberi kerja
memperoleh kesempatan untuk mendirikan dana pensiun bagi karyawannya. Keputusan
untuk membentuk dana pensiun merupakan tindak lanjut dari prakarsa pemberi
kerja yang menjanjikan manfaat pensiun bagi karyawannya. Janji itu membawa
konsekuensi pendanaan, yaitu timbulnya kewajiban pemberi kerja untuk membayar
iuran.
4.
Penundaan
manfaat
Penghimpunan dana dalam
penyelenggaraan program pensiun dimaksudkan untuk memenuhi pembayaran hak
peserta yang telah pensiun agar kesinambungan penghasilan terpelihara. Sejalan
dengan itu, berlaku asas penundaan manfaat yang mengharuskan pembayaran hak
peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta memasuki masa pensiun dan dapat
diberikan secara berkala.
5.
Pembinaan
dan pengawasan
Pengelolaan dan
penggunaan kekayaan dana pensiun harus dihindarkan dari pengaruh
kepentingan-kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud utama
dari pemupukan dana, yaitu memenuhi kewajiban pembayaran hak peserta. Di
samping pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Dana Pensiun Departemen
Keuangan dan pelaksanaan sistem pelaporan, pengawasan dilakukan pula melalui
kewajiban para pengelola dana pensiun untuk memberikan informasi kepada para
pesertanya.
6.
Kebebasan
Maksud asas ini adalah
kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk dana pensiun. Berdasarkan asas
ini, keputusan membentuk dana pensiun merupakan prakarsa pemberi kerja untuk
menjanjikan manfaat pensiun bagi karyawan, yang membawa konsekuensi pendanaan.
Dengan demikian, prakarsa tersebut harus didasarkan pada kemampuan keuangan
pemberi kerja.
3.4. Landasan
Hukum Operasional Dana Pensiun
Program dana pensiun di
Indonesia dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Pelaksanaan dana
pensiun pemerintah di Indonesia antara lain jamsostek, suatu program kontribusi
tetap wajib untuk karyawan swasta dan BUMN di bawah Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Namun, Departemen Keuangan memegang peranan dalam pengawasannya
(UU No. 3/1992). Taspen, yaitu tabungan pensiun pegawai negeri sipil dan
program pensiun swasta yang ditanggungjawabi oleh Departemen Keuangan
(Keputusan Presiden No. 8/1997), dan ASABRI dana pensiun angkatan bersenjata,
berada di bawah Departemen Pertahanan (Kepres No. 8/1977). Ketiga program ini diatur melalui ketentuan
hukum yang berbeda-beda. Undang-undang Dana Pensiun No. 11 Tahun 1992 merupakan
kerangka hukum dasar untuk dana pensiun swasta di Indonesia. Undang-undang ini
didasarkan pada prinsip “kebebasan untuk memberikan janji dan kewajiban untuk
menapatinya” yaitu, walaupun pembentukan program pensiun bersifat sukarela, hak
penerima manfaat harus dijamin. Tujuan utama diajukannya Undang-Undang Pensiun
adalah untuk menetapkan hak peserta, menyediakan standar peraturan, yang dapat
menjamin diterimanya manfaat-manfaat pensiun pada waktunya, untuk memastikan
bahwa manfaat pensiun digunakan sebagai sumber penghasilan yang
berkesinambungan bagi para pensiunan, untuk memberikan pengaturan yang tepat
untuk dana pensiun, untuk mendorong mobilisasi tabungan dalam bentuk dana
pensiun jangka panjang, dan untuk memastikan bahwa dana tersebut tidak ditahan
dan digunakan oleh pengusaha untuk investasi-investasi yang mungkin berisiko
dan tidak sehat, tetapi akan mengalir ke pasar-pasar keuangan dan tunduk pada
persyaratan tentang penanggulangan resiko. Sedangkan untuk landasan hukum
operasional dana pensiun syariah, dalam konteks regulasi misalnya. Jika
perbankan, asuransi, obligasi dan reksadana syariah sudah banyak memiliki
peraturan dan juga dukungan fatwa DSN-MUI, berbeda halnya dengan dana pensiun
syariah, menurut seorang konsultan Ekonomi Syariah, yang juga seorang praktisi,
Izzuddin Abdul Manaf, Lc. MA Belum ada satupun peraturaan dan fatwa yang
mendukung. Sehingga regulasi sebagai kerangka operasional dana pensiun syariah
hanya mengacu pada peraturan dana pensiun yang umum dan fatwa MUI yang juga
umum, tidak bersifat khusus. Hal ini pula lah yang menjadi salah satu
faktor lambatnya pertumbuhan dana
pensiun syari’ah di Indonesia.
3.5 PERATURAN DANA PENSIUN
-
DANA
PENSIUN
Untuk menghitung besarnya pensiun, maka
gaji yang berhak diterima oleh karyawan peserta setiap bulan ditetapkan sebagai
penghasilan dasar pensiun.
-
BESARNYA
MANFAAT PENSIUN
- Manfaat pensiun karyawan sebulan adalah sebanyak-banyaknya 75 % dan sekurang-kurangnya 50 % dari penghasilan dasar pensiun.
- Besarnya manfaat pensiun janda/duda sebulan adalah 50 % dari pensiun peserta.
- Besarnya manfaat pensiun anak yatim/piatu sebulan adalah 100% dari besarnya pensiun janda/duda.
-
IURAN
PENSIUN
a.
Setiap karyawan peserta
wajib mengiur 5% dari penghasilan dasar pensiun setiap bulan.
b.
Perusahaan mgiur 5 %
dari total gaji karyawan peserta, ditambah dengan iuran untuk mengatur dana
yang seharusnya tersedia, atau berdasarkan perhitungan aktuaris.
c.
Iuran dari karyawan dan
pemberi kerja tersebut disetorkan kepada Dana Pensiun.
-
HAK
SEBELUM MENCAPAI USIA PENSIUN
a.
Perserta yang berhenti
berkerja atau meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun dan memiliki masa
kepesertaan pensiun kurang dari 5 (lima) tahun misalnya, berhak atas iurannya
sendiri ditambah bunga dan dapat dibayarkan sekaligus.
b.
Perserta yang berhenti
berkerja atau meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun dan memiliki masa
kepesertaan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun misalnya, berhak atas iurannya
sendiri dan iuran perusahaan ditambah bunga.
3.6 Perbedaan
antara dana pensiun konvensional dan dana pensiun
syariah
syariah
Dana pensiun
konvensional Dana Pensiun syariah berkembang pada lembaga yang menanggung hal
tersebut, yang ditujukan baik karyawan negeri maupun swasta, yaitu berkembang
pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah (DPLK) diantaranya adalah Bank
Muamalat, Manulife (Principal Indonesia), Allianz, BNI, dan PT. Asuransi
Takaful Keluarga dana pensiun lembaga keuangan konvensional dapat
menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran
Pasti (PPIP) Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah hanya dapat menyelenggarakan
Program Pensiun Iuran Pasti Syariah Investasi dananya sudah ada peraturan yang
mengaturanya investasi belum mendapat regulasi dari DSN-MUI.
Faktor
lambannya dana pensiun syariah
Beberapa faktor yang
mempengaruhi lambannya pertumbuhan dana pensiun syariah, menurut konsultan
Ekonomi Syariah, yang juga seorang praktisi, Izzuddin Abdul Manaf, Lc. MA ,
yaitu :
·
Tidak berhubungan
langsung dengan masyarakat.
·
Keterbatasan regulasi.
Belum ada satupun peraturaan dan fatwa yang mendukung. Sehingga regulasi
sebagai kerangka operasional dana pensiun syariah hanya mengacu pada peraturan
dana pensiun yang umum dan fatwa MUI yang juga umum, tidak bersifat khusus.
·
Keterbatasan instrument
investasi, Hambatan lain juga tertuang dalam UU No.11/1992 tentang Dana
Pensiun. Selama ini Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) syariah mengeluhkan
tentang produk investasi terikat (mudharabah muqayyadah/ restricted
investemnet) yang berpotensi besar, tidak dapat dimasuki oleh DPLK Syariah.
·
Belum jelasnya tata
kelola dana pensiun syariah serta kurangnya sosialisasi. Edukasi tentang
tentang pentingnya dana pensiun syariah.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Asuransi merupakan
suatu lembaga non bank yang bertujuan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau
bisnis dimana perlindungan finansial ( atau ganti rugi secara finansial ) untuk
jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagauanya untuk mendapatkan penggantian
dari kejadian – kejadian yang tidak dapat di duga seperti kematian, kehilangan,
kerusakan atau sakit dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam
jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Fungsi utama dari
asuransi yaitu pengalihan resiko, penghimpun dana, dan premi seimbang. Dalam dunia
asuransi ada enam prinsip dasar asuransi yaitu insurable interest, utmost good
faith, proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution.
Sewa guna usaha
merupakan suatu kegiatan pembiayaan kepada perusahaan ( badan hukum ) atau
perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal. Pihak – pihak yang terlibat
dalam kegiatan Leasing yaitu Lessor, Lessee, bank dan kreditur. Jenis dan
teknik pembiayaan leasing ada dua yaitu operating leasing dan finansial lease.
Dana pensiun merupakan
dana yang sengaja dihimpun secara khusus dengan tujuan untuk memberikan manfaat
kepada karyawan pada saat mencapai usia pensiun, meninggal dan cacat. Perbedaan
dana pensiun konvensional dan dana pensiun syariah yaitu Dana pensiun
konvensional Dana Pensiun syariah berkembang pada lembaga yang menanggung hal
tersebut, yang ditujukan baik karyawan negeri maupun swasta, yaitu berkembang
pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah (DPLK) diantaranya adalah Bank
Muamalat, Manulife (Principal Indonesia), Allianz, BNI, dan PT. Asuransi
Takaful Keluarga dana pensiun lembaga keuangan konvensional dapat
menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran
Pasti (PPIP) Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah hanya dapat menyelenggarakan
Program Pensiun Iuran Pasti Syariah Investasi dananya sudah ada peraturan yang
mengaturanya investasi belum mendapat regulasi dari DSN-MUI.
DAFTAR PUSTAKA
1 comments:
Click here for commentsMakalah yang sangat bermanfaat dan membantu untuk mahasiswa mahasiswa. Terima kasih atas tulisan artikel ini ya
NB: Sebagai salam kenal saya, saya juga sama suka menulis tentang edukasi asuransi. Saya tunggu pengenalannya, disini ya
http://www.asuransijiwadankesehatan.wordpress.com
Mari Berkomentar ConversionConversion EmoticonEmoticon